Cerita ini rencananya akan dimulai dengan potongan
kalimat “Pada suatu hari” tapi setelah
dipikir-pikir istilah itu sudah sangat umum bahkan mendarah daging dalam dunia
persilatan tulis menulis (hehe. Lebay..). Akhirnya diputuskan dengan kata yang
tak jauh beda yaitu “Di minggu Pagi yang Indah itu”
Di minggu pagi yang indah itu , hari itu terasa
indah bukan karena hari itu hari libur melainkan karena aktifitas pagi yang
cukup berbeda dari pagi-pagi biasanya . Jogging di pagi hari menjadi kegiatan
yang membuat hari itu lebih istimewa . Apalagi
untuk mahasiswa yang kadang
hampir melupakan arti penting olahraga untuk tubuh yang selalu terporsir
didepan layar yang berukuran 14 inc (bisa ditebak sendiri apakah itu TV, laptop
, atau malah dua-duanya J).
Mengitari dua putaran taman komplek cukup
melelahkan bagi Sang mahasiswa. Mahasiswa itupun langsung memilih kursi yang
ada dipojokan taman untuk melepas kepenatannya dan mengganti aktifitas olah raga
menjadi olah mata.
Lirik ke kanan-kiri ada sekumpulan anak ABG dan
beberapa pasang muda-mudi terlihat menikmati kegitan jogging mereka (mungkin
ini hal yang biasa dan bukan sesuatu yang terlalu menarik untuk diceritakan). Tiba-tiba
mata Sang mahasiswa menangkap ada sepasang orang tua yang cukup berumur (read
kakek nenek) . Mereka berlari kecil . Sang kakek selalu memberikan semangat
kepada Sang nenek lewat teriakannya .
Dengan sisa-sisa kekuatannya Sang nenek bisa mengitari taman kompleks didampingi oleh Sang kakek.
Sang kakek langsung menyerahkan botol air minum.
Seuntai senyum terbentuk di wajah lelah Sang nenek. Nenek itu hanya menggeleng,
ia malah menyerahkan botol minum itu kepada Sang kakek. Mungkin dia berharap Sang
kakek lah yang pertama kali minum . Apa karena dia pikir Sang kakek lebih lelah
darinya karena di sepanjang jalan tadi sang kakek terus berceloteh menyemangatinya dan tentunya energi Sang
kakek lebih banyak terkuras dibanding sang nenek atau Sang nenek memberikan
kesempatan umtuk minum pertama kali karena baginya Sang kakek adalah imamnya.
Tak ada yang tau alasan pastinya kecuali
Sang nenek.
Sebuah ungkapan cinta yang bisa dilihat dan
dirasakan orang lain, Ungkapan cinta yang tulus dari sepasang insan yang telah
melewati hidup bersama puluhan tahun lamanya. Sebuah bukti pengukuhan dari
janji yang dulu pernah mereka ucapkan. Sebuah masa tua yang ingin dilewati dan
diimpikan oleh banyak orang.
Entah mengapa pemandangan itu menjadi menarik bagi
sang mahasiswa. Dan ternyata yang mengamati kejadian itu tidak hanya Sang
mahasiswa karena seorang bocah laki-laki yang duduk disampingnya juga memperhatikan
kakek nenek itu. Sayangnya tatapan Si bocah terlihat sendu . Apa yang
dipikirkan anak yang mungkin masih berumur 6 tahun ini?
“Knapa
dek?Kok cemberut gitu?”Tanya Sang mahasiswa ,yang ditanya hanya menggeleng
lemah tapi matanya tetap ke arah sepasang kakek nenek yang saat ini sedang
duduk-duduk santai di bawah pohon jati .
“
Mereka itu kakek nenekmu?” Tanya Si mahasiswa penasaran. Sang bocah menggeleng
lagi.
Sang
mahasiswa bingung sendiri.
“Kakak
punya orang tua?” akhirnya bocah ini mengeluarkan suara juga. Si mahasiswa
mengangguk.
“Aku
juga punya.” Si bocah bergumam sendiri tanpa diminta.
“
Kakak dan aku lahir karena ada cinta
diantara kedua orang tuakan?”
Apa
maksud pembicaraan anak ini.Dia masih dibawah umur . Cinta yang bagaimana yang
dimaksudkannya? Tidak mungkin cinta dalam pengertian nafsu atau hubungan orang
dewasa.
“Maksudnya
, dek? “ tanya Si mahasiswa .
“Orang
bilang aku dilahirkan karena cinta kedua orang tuaku, aku hidup karena
mendapatkan cinta dari mama dan papa.”
“Hmmm…,
iya” Mahasiswa itu mengangguk .
“Berarti
kalau tidak ada lagi cinta diantara mama dan papa , buat apa lagi aku hidup, Kak? Kan tidak ada cinta lagi yang bisa
mereka bagi!”
“Deg…,”
beberapa potong kalimat yang membuat Sang mahasiswa merasa semuanya berhenti
bergerak untuk beberapa detik, diam dan dingin. Anak ini tidak sedang berniat
mengakhiri hidupnya kan? Atau kata-kata tadi hanya spontanitas keluar dari
mulut sang bocah.
“Memang
ada apa dengan mama papanya, Dek?”
“Mereka
akan bercerai” kata Sang bocah dengan datarnya.
Masih
sulit bagi Sang mahasiswa untuk mempercayai bahwa anak seumuran itu bisa
berpikir seperti itu , bahkan melahirkan suatu rumusan baku tentang cinta .
Jika tidak ada cinta diantara kedua orang tua maka
tidak akan ada cinta yang dibagi untuknya.
Jika tidak ada cinta untuknya
maka untuk apa dia hidup
Karena dia dilahirkan dari cinta.
Apa
yang bisa dikatakan kepada anak ini. Rumus baku itu salah. Bahasa apa yang bisa
digunaknnnya. Mahasiswa itu terdiam. Anak itu juga terdiam . Mereka sama-sama
diam.
“
Dek, menurut kakak , adek memang lahir dari cinta kedua orang tua, dan Allah
lah yang memberikan rasa cinta itu, meskipun cinta mama dan papa adek tidak ada
lagi , cinta dari Allah itu tetap ada selamanya. Jadi kalau adek Tanya adek
hidup untuk apa? Ya… untuk menjaga cinta Allah itu.”
Mahasiswa
itupun kemudian menggaruk-garuk kepalanya. Apa bahasanya tadi terlalu tinggi
ya?
Sang
bocah menatap dalam mata Si mahasiswa mencoba mencari pembenaran dari jawaban
mahasiswa itu.
“Cara
menjaga cinta allah gimana?”
“Berbakti
kepada orang tua dan banyak-banyak berdoa moga cinta diantara mama papa adek
bisa tumbuh lagi.” jawab si mahasiswa mantap.
“Ooo..,
ya udah , aku pulang dulu , mau berdoa kepada Allah” anak itu langsung berlari
menjauhi Sang mahasiswa.
Tiba-tiba sang mahasiswa menepuk jidatnya sendiri.
Kenapa dia tidak menanyakan nama anak itu. Perkenalan singkat dengan anak yang
namanya belum sempat dikenal tapi memberikan kesan yang sangat mendalam
Di minggu
pagi yang indah itu juga , Sang mahasiswa mendapatkan pelajaran perihal cinta
yang berbeda dari generasi yang berbeda dan dengan sudut pandang yang berbeda. Moga
doa Sang anak dkabulkan Allah nantinya , hingga anak tadi bisa melihat kedua
orang tuanya tetap menjaga cintanya hingga tua seperti kakek nenek tadi.
No comments:
Post a Comment