Pages

Tuesday, February 25, 2014

d power of giving



Pernah bermimpi menjadi seorang pengusaha yang sukses dan hebat?  Saya langsung mengangguk.
Pernah berencana untuk membuka usaha?? Saya langsung terdiam. Pernah berencana, hanya saja baru sampai tahap niat.Hahaha..
Pernah action langsung untuk berbisnis atau berdagang? Saya langsung geleng-geleng cepat.

Padahal sebagai keturunan minang yang “katanya” punya bakat istimewa di dunia dagang mestinya saya punya bibit dan bakat bisnis, tapi fakta bin realita bakat itu hilang atau sebenarnya ada tapi dalam kadar yang sangat sedikit.
Tapi untuk impian jadi pengusaha always on terjaga di benak dan di hati. Someday, saya akan punya usaha yang bergerak di banyak bidang, kuliner (rumah makan padang dimana-mana), property (punya banyak kos-kosan dan kontrakan, #pikiran mahasiswa banget), perkebunan (punya ladang sawit berhektar-hektar), pendidikan (bikin yayasan, paud dan pesantren) dan satu stasiun TV. Saking banyaknya aset saya saat itu, saya sampai lupa aset yang saya punya dimana aja...haha.. #waktunya bangun dari mimpi.
Sebenarnya core point yang mau di share disini adalah pengalaman makan gratis di nasi goreng Mavia Bandung. Abis menguras energi di hari sabtu, maka acara weekend di Bandung diisi dengan wisata kuliner lebih tepatnya cari makan” banyak” tapi modal dikit. J
Kebetulan ada promo selama seminggu dari nasi goreng Mavia yang baru buka cabang. Saya lupa nama jalannya tapi tempatnya dekat ma kantor migrasi.
Salut sama sistem dan cara bisnis nasi goreng ini. Selama seminggu mereka para calon enterpreneur muda yang kayaknya kumpulan mahasiswa atau baru lulus dan bekerja sama, bikin usaha nasi goreng mavia ini. Mereka memberi gratis 1000 porsi nasi goreng kepada semua orang, tanpa memandang mereka kaya miskin, cantik biasa aja, tua muda atau apapun lah namanya. Dan yang terlihat istimewa adalah mereka melayani secara profesional, selalu senyum ketika menanyakan pesanan dan  mengantarkan pesanan. Senyum adalah sedekah. Jadi mereka tidak hanya sedekah nasi goreng tapi juga sedekah senyum. Waa.. double lah pahalanya. Padahal mereka tahu kami makan gratis tetapi pelayanannya TOP untuk keramahannya.
Untuk rasa.., jangan ragu. Nasi goreng terenak setelah bikinan emak dan bapak adalah nasi goreng mavia ini. Dengan kata lain, nasi goreng pertama terenak yang pernah saya cicipi di negri rantau ini #jujur, saya tidak dibayar untuk promosi tentang nasi goreng ini lo.
I think.., yang buka usaha (anak-anak muda itu) sepertinya penganut paham  the power of giving. Mereka percaya kalau untuk mendapatkan usaha yang besar dimulai dengan sedekah yang besar, dan teori itu masuk akal.
Kecenderungannya, ketika kita membuka sebuah usaha, maka jarang sekali yang langsung untung. Kebanyakan mengalami kerugian hingga mencapai titik stabil dan baru pada fase meraup keuntungan. Dari pada kita mengalami kerugian dalam mengawali bisnis, kenapa tidak kita berbagi dengan sesama. Dengan memberi makan sesama secara gratis ini bisa menjadi ajang promosi sekaligus mencari pelanggan. Sebagai pelanggan pun ketika mendapati makanan dengan cita rasa yang enak, harga sesuai kantong, dan pelayanannya mantap maka tidak akan berpaling ke tempat lain. Pan pelanggan yang loyal dan setia yang akan kita dapatkan.  Misalnya seporsi nasi goreng modalnya 10rb, dengan memberi makan 1000 porsi nasi goreng, berarti kita bersedekah 10.000.000. Secara matematika itu nominal angka yang berkurang. Tetapi sebenarnya matematika Allah sedang bekerja disana. Akan ada keberkahan yang berlipat-lipat dan hasilnya akan terlihat dalam beberapa waktu.
Tidak hanya itu yang menarik bagi penulis, pada saat sedang menunggu pesanan, di meja diletakkan kertas-kertas kecil yang berisi untaian doa untuk usaha yang baru buka ini. Setiap yang makan disini, tentu membaca kertas ini dan secara tidak sengaja atau sengaja akan mendoakan sang pemilik usaha. Bayangkan 1000 doa datang untuk sebuah usaha yang baru dimulai. Maka Nikmat Allah Manakah yang kamu dustakan?
#Cara berbisnis yang menginspirasi dalam kebaikan

Sunday, February 23, 2014

Weekend Nan "Geulis"


Menghabiskan weekend ditengah hari kerja dengan aktivitas adventure dadakan memang terasa luar biasa. Ibarat musafir yang teresat di padang pasir dan bertemu dengan sebuah telaga. Maklum rencana naik gunung “geulis” di awal februari kemaren memang tidak direncanakan. Tiba-tiba salah seorang teman yang tinggal di Bandung ngajakin naik gunung, langsung aja dijawab iya. Katanya dia bakal naik bareng dua orang teman SMA dan “teman sekosannya”. Asumsinya “teman sekosan” itu banyak tho? Mungkin teman sekosannya sekitar 6 orang, tambah 2 teman SMA, jadi 8 orang. Nambah saya dengan satu orang teman mah gak papa. Ternyata saudara-saudara, arti imbuhan “se” pada sekosan itu bukan “semua” teman kosnya, tapi cuma satu orang yang sama kosannya dengan teman si empunya blog. Salah prediksi ternyata. Tapi minimal nambah satu kenalan euy.. Dan anaknya lucu level spesialist. Kita tidak akan pernah berhenti tertawa karena kepolosan dan leluconnya.
Lanjut ke perjalanan naik gunungnya, bermodalkan ketidaktahuan,  insting dan kepercayaan, akhirnya kami sampai juga di “pucuk” nya (maksudnya puncak gunung). Medan yang dilewati lumayan bikin berdarah-darah, serius!!  jalurnya cukup jelas, tapi kanan kirinya di tumbuhi ilalang. Tau kan ilalang? Ilalang itu bro (gaya the comment banget..), salah satu lirik lagu anak-anak, puk ame-ame ilalang kupu-kupu #gubrak gak nyambung. 
Gara-gara ilalang itu tangan pada lecet dan gatal. Pake baju  lengan panjang aja gatel dan lecet, apalagi teman si empunya blog yang pake baju lengan pendek pas naik gunung, gak kebayang luka-luka dan gatel tingkat dewa yang dirasain teman si empunya blog.
Perjalanan yang ditempuh dari jatiroke ke puncak lebih kurang dua jam dan turunnya 1,5 jam. Lumayan untuk jalan seru-seruan dengan teman-teman. Tapi ibarat kata pepatah, bersakit-sakit dahulu bersenang senang kemudian. Gak papa, sakit dikit yang penting mata dan mata hati jadi tenang pas di puncak. Ngelihat jatinangor dari puncak gunung, ngeliat awan dengan sudut pandang lurus. Alhamdulillah.. lafal yang akan selalu terucap sesampai di puncak.
Perjalanan ini cukup mengingatkan empunya blog bahwa sepertinya fisik untuk modal naik gunung udah mengalami kemunduran. Maklum nafas udah mulai cepat ngos-ngosan, gara-gara vakum naik gunung dan malas olah raga setahun ini. Dan seperti biasa semuanya bisa muncak bukan karena kekuatan fisik tapi karena spirit J