Pages

Showing posts with label edisi PKL. Show all posts
Showing posts with label edisi PKL. Show all posts

Thursday, November 1, 2012

Belajar dari Si Pengusaha Kaya


Berminggu – minggu dengan status sebagai mantan mahasiswi kedinasan yang belum mendapatkan informasi magang dan menjadikan liburan sebagai moment untuk mengeksiskan diri sebagai pengangguran membuat penulis mencoba menghabiskan liburan dengan menulis blog ini. Tiba-tiba teringat dengan kejadian 1,5 tahun yang lalu. Ketika PKL di Madura. Kalau ditanya kesan pesan PKL tentu saja banyak. Cuma untuk kesempatan ini cukup satu kisah menarik ini yang akan di share, karena kisah ini layak diperbincangkan karena lumayan tajam setajam silet lho..:)
Hari pertama
disore hari…
“Aduh Sel, gue capek banget. Tadi ngelisting RuTa (rumah tangga) sama pembantu yang songong banget.  Mudah- mudahan tuh ruta gak kepilih jadi sampel.” Celoteh Si Kortim.
“Aminn… , moga yang kepilih jadi sampel orang yang baik-baik aja ya.”
“Yup..!!” Anggukan yang mantap dari Si Kortim.

Dimalam hari…
“Aduh Sel, ruta yang sombong tadi kepilih!!” teriak Si kortim.
“Ha?? Serius??”
Sepertinya apa yang diinginkan Allah SWT tidak sejalan dengan apa yang kami harapkan. Rumah tangga itu terpilih sebagai sampel survey PKL. Harus diwawancarai dan tidak bisa diganti.
“ Alamak.., harus mempersiapkan mental neh gue.” Ujar si kortim dengan tidak bersemangat.
“Yup..” Kali ini aku yang mengangguk dengan mantap. Kemudian kembali merapikan kuesioner yang berserakan diatas kasur.

Hari kedua
Disore hari…
“Aduh Sel, gue capek banget!!” kata si Kortim.
Wajar aja dia capek , tadi jam 7 pagi udah kelapangan, nganterin aku ma satu orang teman tim ku yang lain keliling pamekasan. Abis itu ikut mencacah di daerah yang lain. Dan baru pulang jam 5 sore. Sepertinya jam terbang dia sudah melewati jam kerja PNS deh.
“Tapi gue bahagia banget.” Lanjut si kortim.
“ Lo tau gak? Gue tadi ngewawancara ruta yang pembantunya songong itu lho, selama 3,5 jam!!”
“ Ha?? Serius?? Ngomongin apa aja tuh 3,5 jam tuh?”
“Ngomongin tentang keluarganya dan kehidupannya?”
“Lama amat!”
“Gak papalah! Tau gak sih?”
Aku hanya mengangkat bahu dan dalam hitungan detik Si Kortim sudah menyerocos menceritakan pengalamannya.
“Gue datang ke rumah yang kepilih itu dan ketemu ma pembantu yang songong itu. Trus waktu gue bilang mau ketemu yang punya rumah, dia bilang bapak ibuknya lagi sibuk. Trus gw nanyain bisa ditemui kapan? Dia bilang gak tau. Gue gondok donk. Trus akhirnya gue beraniin nanya ke supermarket yang disebelah rumah itu, tentang si empunya rumah. Dan lu tau gak ternyata yang punya supermarket itu yang punya rumah gedong itu. Trus gue nanya, ada ibu pemilik rumah dan ternyata yang berdiri disamping gue adalah si pemilik rumah. Padahal gue kirain konsumen pembeli. Secara penampakannya kayak orang kota banget.”
“Trus??’ tanyaku penasaran.
     “Gue diajakin masuk kerumahnya. Gilakk.. keren rumahnya!!. Trus gue disuguhin minum ma makanan yang enak-enak. Dan lo tau siapa yang nyuguhin gue minuman itu? Si pembantu songong itu. Gue ngerasa diatas angin. Tu pembantu gak berkutik sama sekali.”
“Trus , lu cerita apa aja ma si pemilik rumah.’
“Cewek yang gue wawancara itu adalah istri pemilik rumah. Dia gak cuma pemilik rumah gedong di pamekasan ini, dia juga pemilik supermarket X itu, punya berhektar-hektar ladang tembakau, punya banyak kapal dan usaha penggaraman. Selain itu juga pengusaha besi tua dan supplyer utama pertamina dan gas se Madura.”
“Ha???” aku serasa tidak percaya dengan apa yang aku dengar. Semua usaha yang disebutkan adalah usaha utama yang terkenal dari Madura.
“Dan yang bikin gue salut itu, dia itu rendah hati Sel. Dia (istri pemilik rumah) cerita kalau dia sebenarnya ingin jadi PNS tapi tidak diizinkan suaminya.”
“Kenapa?” tanyaku penasaran.
“Kata suaminya , kalau kita jadi PNS rasa bergantung kita terhadap Allah itu kurang karena kita selalu merasa akan mendapatkan rejeki tanpa harus berusaha lebih. Sedangkan kalau kita menjadi pedagang dan pengusaha, nasib kita antara untung dan rugi jadi rasa bergantung kita kepada Allah akan lebih besar. Dan kita akan selalu meminta dan berdoa kepada Allah.”
“Ha?? Makjleeb..!! Tajam banget kata-katanya” kataku.
“Yup.., trus suaminya nanya knapa si istri mau jadi PNS, si istri jawab kalau dia pingin kerja pake seragam dan pake sepatu kerja. Dan kamu tau Si suami bilang apa?.”
“Apa?”
“Nanti aku beliin seragam dan kamu bisa milih sepatu yang kamu suka tapi kamu tetap kerja di butik dan supermarket yang kita punya. So sweet ya…!!”
Aku melongo takjub mendengar untaian cerita Si Kortim. Semangat sekali dia bercerita.
“Selain itu yang bikin gue salut sama keluarga ini, sebenarnya mereka tau kalau tembakau itu kan merusak tubuh karena cenderung hasil usahanya digunakan untuk bahan baku rokok. Jadi niatnya usaha itu mau ditutup, tapi gak mungkin karena banyak pegawai yang bekerja di bidang ini termasuk petani tembakau. Jadi saat ini si Suaminya lagi fkcus untuk mengembangkan usaha besi tua dan dengan harapan nantinya usaha besi tua itu bisa berkembang dan para pegawai di usaha tembakau bisa dipindahkan. Dan perlahan-lahan usaha tembakaunya akan ditutup (karena menurutnya tidak syarii) tanpa harus memPHK karyawannya.”
“Waw.., cerdas pemikirannya.”
“Yup, gue tambah salut sama keluarga ini..!” mata Si kortim berbinar-binar tidak jelas.
“lu salut ma keluarga itu atau ma suami dari wanita yang lu wawancarai??”
“hehe…, dua-duanya. Moga-moga gue dapat suami pengusaha yang berkarakter ustadz ya!”
“haha…, ada ada aja lu.  Amiin.. gue doain.”




Tuesday, March 13, 2012

PERSEPSI AWAL


Bercerita tentang pengalaman PKL (Praktek Kerja lapangan) bagi mahasiswa tentu sesuatu hal yang menarik . Kesan selama KKN , magang atau pun PKL tentu berbeda-beda. Ada yang menganggapnya pengalaman yang berkesan , ada juga yang menganggapnya mimpi buruk dalam hidupnya dan tidak mau lagi melakoni hal yang sama ketika mereka PKL. PKL yang saya lewati setahun yang lalu adalah PKL di madura , sebuah pulau di timur jawa. Tempat yang terkenal dengan satenya tetapi tak pernah masuk dalam list tempat tujuan yang akan saya kunjungi sebelumnya.
Datang ke negri baru dengan budaya baru , tentu sesuatu yang menarik untuk dijalani atau malah menakutkan untuk beberapa orang. Sebelum berangkat ke Madura , memang butuh persiapan lahir bathin. Terutama bathin..! Kenapa? Image orang madura yang keras dan kasar , budaya carok yang menakutkan , serta berkembangnya sejenis santet ditengah masyarakat yang taat dan bernuansa islami. Selain itu saya juga membayangkan bahwa madura itu kampung sekali dan dipenuhi hutan. Ingat !! Itu semua adalah persepsi awal. Bisa salah bisa benar. Iya kan??
Ternyata  .. teman-teman ,apa yang saya temui itu memang tidak jauh berbeda dengan persepsi awal itu , tapi alasan dan situasinya lebih jelas dan lebih dapat dimengerti. Kabar tentang orang madura itu keras dan kasar  itu lebih tepatnya mengenai logat bicara dan nada suaranya. Tapi sebenarnya , kata salah satu seorang kepala desa yang pernah saya wawancarai “orang madura itu memang keras suaranya , tapi lembut hatinya. Jika kita berlaku satu kebaikan kepada mereka maka mereka akan membalas lebih banyak kebaikan lagi , tapi jika kita melakukan kejahatan kepada mereka , maka mereka juga akan membalas lebih jahat lagi.”.
Lanjut mengenai budaya carok, budaya itu benar adanya di pulau penghasil garam terbesar di Indonesia. Tetapi budaya itu mulai semakin berkurang seiring dengan berkembangnya zaman. Carok itu biasanya dilakukan oleh seseorang karena menurutnya harga dirinya sebagai laki-laki telah terinjak-injak , misalnya : istrinya selingkuh atau berzina dengan laki-laki lain. Maka sang suami merasa berhak untuk mencarok laki-laki yang berselingkuh dengan istrinya. Setelah mencarok, Sang suami tersebut menyerahkan diri langsung ke kantor Polisi. Sedangkan untuk keluarga korban dari pihak laki-laki diminta untuk tidak dendam kepada yang mencarok. Mungkin hal itu kita anggap aneh atau diluar logika tetapi itu semua lahir dan hidup dalam sebuah budaya yang mengakar kuat didalam masyarakat.