Pages

Tuesday, March 13, 2012

PERSEPSI AWAL


Bercerita tentang pengalaman PKL (Praktek Kerja lapangan) bagi mahasiswa tentu sesuatu hal yang menarik . Kesan selama KKN , magang atau pun PKL tentu berbeda-beda. Ada yang menganggapnya pengalaman yang berkesan , ada juga yang menganggapnya mimpi buruk dalam hidupnya dan tidak mau lagi melakoni hal yang sama ketika mereka PKL. PKL yang saya lewati setahun yang lalu adalah PKL di madura , sebuah pulau di timur jawa. Tempat yang terkenal dengan satenya tetapi tak pernah masuk dalam list tempat tujuan yang akan saya kunjungi sebelumnya.
Datang ke negri baru dengan budaya baru , tentu sesuatu yang menarik untuk dijalani atau malah menakutkan untuk beberapa orang. Sebelum berangkat ke Madura , memang butuh persiapan lahir bathin. Terutama bathin..! Kenapa? Image orang madura yang keras dan kasar , budaya carok yang menakutkan , serta berkembangnya sejenis santet ditengah masyarakat yang taat dan bernuansa islami. Selain itu saya juga membayangkan bahwa madura itu kampung sekali dan dipenuhi hutan. Ingat !! Itu semua adalah persepsi awal. Bisa salah bisa benar. Iya kan??
Ternyata  .. teman-teman ,apa yang saya temui itu memang tidak jauh berbeda dengan persepsi awal itu , tapi alasan dan situasinya lebih jelas dan lebih dapat dimengerti. Kabar tentang orang madura itu keras dan kasar  itu lebih tepatnya mengenai logat bicara dan nada suaranya. Tapi sebenarnya , kata salah satu seorang kepala desa yang pernah saya wawancarai “orang madura itu memang keras suaranya , tapi lembut hatinya. Jika kita berlaku satu kebaikan kepada mereka maka mereka akan membalas lebih banyak kebaikan lagi , tapi jika kita melakukan kejahatan kepada mereka , maka mereka juga akan membalas lebih jahat lagi.”.
Lanjut mengenai budaya carok, budaya itu benar adanya di pulau penghasil garam terbesar di Indonesia. Tetapi budaya itu mulai semakin berkurang seiring dengan berkembangnya zaman. Carok itu biasanya dilakukan oleh seseorang karena menurutnya harga dirinya sebagai laki-laki telah terinjak-injak , misalnya : istrinya selingkuh atau berzina dengan laki-laki lain. Maka sang suami merasa berhak untuk mencarok laki-laki yang berselingkuh dengan istrinya. Setelah mencarok, Sang suami tersebut menyerahkan diri langsung ke kantor Polisi. Sedangkan untuk keluarga korban dari pihak laki-laki diminta untuk tidak dendam kepada yang mencarok. Mungkin hal itu kita anggap aneh atau diluar logika tetapi itu semua lahir dan hidup dalam sebuah budaya yang mengakar kuat didalam masyarakat.
Mayoritas penduduk madura adalah muslim. Nuansa lingkungan islami juga terasa kental . di jalan-jalan banyak ditemukan asmaul husna , khususnya di daerah pamekasan.  Selain itu juga banyak pondok pesantren di madura. Sayangnya , layaknya didaerah lain di belahan Indonesia budaya sejenis menyantet atau sejenisnya memang masih ada tetapi tidak sebanyak dulu. Gara – gara itu saya sempat ragu-ragu juga asal minum. Tetapi 3 minggu disana, saya tidak menemukan hal seperti itu.
Mengenai bayangan tentang keadaan madura yang penuh hutan dan kampong itu , ternyata salah kaprah. Awal Bis memasuki pulau madura setelah melintasi jembatan suromadu yang menjadi karya anak negri memang yang kita dapati hanya hijau (hutan kecil-kecilan) , rumah-rumah masih satu satu untuk sekian kilo. Semakin memasuki pulau madura semakin banyak ditemukan pemukiman dan pasar,  tidak semaju kota surabaya memang, tapi perekonomiannya cukup baik.
Satu lagi tentang madura yang saya klarifikasi , sepertinya jika orang madura berbicara tidak pernah di akhiri dengan kata “TAK YE”, tapi saya heran sendiri dengan TV-TV yang mempertontonkan logat madura dengan kata “Tak ye”. Saya aja bingung apa lagi penduduk aslinya?.
Sebelum berangkat banyak persepsi yang lahir dan balik dari madura banyak jawaban dari semua persepsi yang kami dapatkan.

No comments:

Post a Comment