Berminggu –
minggu dengan status sebagai mantan mahasiswi kedinasan yang belum mendapatkan
informasi magang dan menjadikan liburan sebagai moment untuk mengeksiskan diri
sebagai pengangguran membuat penulis mencoba menghabiskan liburan dengan
menulis blog ini. Tiba-tiba teringat dengan kejadian 1,5 tahun yang lalu.
Ketika PKL di Madura. Kalau ditanya kesan pesan PKL tentu saja banyak. Cuma
untuk kesempatan ini cukup satu kisah menarik ini yang akan di share, karena
kisah ini layak diperbincangkan karena lumayan tajam setajam silet
lho..:)
Hari pertama
disore hari…
“Aduh Sel, gue
capek banget. Tadi ngelisting RuTa (rumah tangga) sama pembantu yang
songong banget. Mudah- mudahan tuh ruta gak kepilih jadi sampel.” Celoteh
Si Kortim.
“Aminn… , moga
yang kepilih jadi sampel orang yang baik-baik aja ya.”
“Yup..!!”
Anggukan yang mantap dari Si Kortim.
Dimalam hari…
“Aduh Sel, ruta
yang sombong tadi kepilih!!” teriak Si kortim.
“Ha?? Serius??”
Sepertinya apa
yang diinginkan Allah SWT tidak sejalan dengan apa yang kami harapkan. Rumah
tangga itu terpilih sebagai sampel survey PKL. Harus diwawancarai dan tidak
bisa diganti.
“ Alamak..,
harus mempersiapkan mental neh gue.” Ujar si kortim dengan tidak bersemangat.
“Yup..” Kali
ini aku yang mengangguk dengan mantap. Kemudian kembali merapikan kuesioner
yang berserakan diatas kasur.
Hari kedua
Disore hari…
“Aduh Sel, gue
capek banget!!” kata si Kortim.
Wajar aja dia
capek , tadi jam 7 pagi udah kelapangan, nganterin aku ma satu orang teman tim
ku yang lain keliling pamekasan. Abis itu ikut mencacah di daerah yang lain.
Dan baru pulang jam 5 sore. Sepertinya jam terbang dia sudah melewati jam kerja
PNS deh.
“Tapi gue
bahagia banget.” Lanjut si kortim.
“ Lo tau gak?
Gue tadi ngewawancara ruta yang pembantunya songong itu lho, selama 3,5 jam!!”
“ Ha?? Serius??
Ngomongin apa aja tuh 3,5 jam tuh?”
“Ngomongin
tentang keluarganya dan kehidupannya?”
“Lama amat!”
“Gak papalah!
Tau gak sih?”
Aku hanya
mengangkat bahu dan dalam hitungan detik Si Kortim sudah menyerocos
menceritakan pengalamannya.
“Gue datang ke
rumah yang kepilih itu dan ketemu ma pembantu yang songong itu. Trus waktu gue
bilang mau ketemu yang punya rumah, dia bilang bapak ibuknya lagi sibuk. Trus
gw nanyain bisa ditemui kapan? Dia bilang gak tau. Gue gondok donk. Trus akhirnya
gue beraniin nanya ke supermarket yang disebelah rumah itu, tentang si empunya
rumah. Dan lu tau gak ternyata yang punya supermarket itu yang punya rumah
gedong itu. Trus gue nanya, ada ibu pemilik rumah dan ternyata yang berdiri
disamping gue adalah si pemilik rumah. Padahal gue kirain konsumen pembeli.
Secara penampakannya kayak orang kota banget.”
“Trus??’
tanyaku penasaran.
“Gue diajakin masuk kerumahnya. Gilakk.. keren rumahnya!!. Trus gue disuguhin minum
ma makanan yang enak-enak. Dan lo tau siapa yang nyuguhin gue minuman itu? Si
pembantu songong itu. Gue ngerasa diatas angin. Tu pembantu gak berkutik sama
sekali.”
“Trus , lu
cerita apa aja ma si pemilik rumah.’
“Cewek yang gue
wawancara itu adalah istri pemilik rumah. Dia gak cuma pemilik rumah gedong di
pamekasan ini, dia juga pemilik supermarket X itu, punya berhektar-hektar
ladang tembakau, punya banyak kapal dan usaha penggaraman. Selain itu juga
pengusaha besi tua dan supplyer utama pertamina dan gas se Madura.”
“Ha???” aku
serasa tidak percaya dengan apa yang aku dengar. Semua usaha yang disebutkan
adalah usaha utama yang terkenal dari Madura.
“Dan yang bikin
gue salut itu, dia itu rendah hati Sel. Dia (istri pemilik rumah) cerita kalau
dia sebenarnya ingin jadi PNS tapi tidak diizinkan suaminya.”
“Kenapa?”
tanyaku penasaran.
“Kata suaminya
, kalau kita jadi PNS rasa bergantung kita terhadap Allah itu kurang karena
kita selalu merasa akan mendapatkan rejeki tanpa harus berusaha lebih.
Sedangkan kalau kita menjadi pedagang dan pengusaha, nasib kita antara untung
dan rugi jadi rasa bergantung kita kepada Allah akan lebih besar. Dan kita akan
selalu meminta dan berdoa kepada Allah.”
“Ha??
Makjleeb..!! Tajam banget kata-katanya” kataku.
“Yup.., trus
suaminya nanya knapa si istri mau jadi PNS, si istri jawab kalau dia pingin
kerja pake seragam dan pake sepatu kerja. Dan kamu tau Si suami bilang apa?.”
“Apa?”
“Nanti aku
beliin seragam dan kamu bisa milih sepatu yang kamu suka tapi kamu tetap kerja
di butik dan supermarket yang kita punya. So sweet ya…!!”
Aku melongo
takjub mendengar untaian cerita Si Kortim. Semangat sekali dia bercerita.
“Selain itu
yang bikin gue salut sama keluarga ini, sebenarnya mereka tau kalau tembakau
itu kan merusak tubuh karena cenderung hasil usahanya digunakan untuk bahan
baku rokok. Jadi niatnya usaha itu mau ditutup, tapi gak mungkin karena banyak
pegawai yang bekerja di bidang ini termasuk petani tembakau. Jadi saat ini si
Suaminya lagi fkcus untuk mengembangkan usaha besi tua dan dengan harapan
nantinya usaha besi tua itu bisa berkembang dan para pegawai di usaha tembakau
bisa dipindahkan. Dan perlahan-lahan usaha tembakaunya akan ditutup (karena
menurutnya tidak syarii) tanpa harus memPHK karyawannya.”
“Waw.., cerdas
pemikirannya.”
“Yup, gue
tambah salut sama keluarga ini..!” mata Si kortim berbinar-binar tidak jelas.
“lu salut ma
keluarga itu atau ma suami dari wanita yang lu wawancarai??”
“hehe…,
dua-duanya. Moga-moga gue dapat suami pengusaha yang berkarakter ustadz ya!”
“haha…, ada ada
aja lu. Amiin.. gue doain.”